Seluruh umat manusia kumpul di ka'bah
Daulah Qaramithah adalah kerajaan yang berideologi Syi’ah Isma’iliyah
sebuah ideologi sesat yang meyakini imamah (kepemimpinan) Ismail bin Ja’far Ash
Shadiq.
Setelah wafatnya Ja’far bin Muhammad Ash Shâdiq, kaum Syi’ah terpecah
menjadi dua kelompok. Satu kelompok menyerahkan kepemimpinan kepada anaknya,
yaitu Mûsâ Al Kâzhim, mereka inilah yang kemudian disebut Syi’ah Itsnâ
‘Asyariyah (aliran Syi’ah yang meyakini adanya imam yang berjumlah dua belas
orang).
Dan satu kelompok lagi menyerahkan
kepemimpinan kepada anaknya yang lain, yaitu Ismâ’il bin Ja’far, kelompok ini
kemudian dikenal sebagai Syi’ah Ismâ’iliyah. Kadang kala mereka dinisbatkan
kepada madzhab bathiniyah dan kadang kala dikaitkan juga dengan Qarâmithah.
Akan tetapi, mereka lebih senang disebut Ismâ’iliyah. [ Al Milal wan Nihal
(I/191-192)]
Daulah Qaramithah dinisbahkan kepada Hamdân Qirmith, pemimpin mereka.
Kemudian pengikut-pengikutnya dikenal dengan sebutan Qarâmithah. Daulah ini
didirikan oleh Abu Said Al Jannabi tahun 278 H berpusat di Bahrain. Daulah ini
berkuasa selama kurang lebih 188 tahun. Menguasai daerah Ahsa’, Hajar, Qathif,
Bahrain, Oman, dan Syam.
Ketika mereka sudah memiliki kekuatan dan berhasil mendirikan daulah
Bahrain, mereka melakukan perampasan, pembunuhan dan pemerkosaan, kekejaman
yang mungkin tidak dilakukan oleh bangsa Tatar maupun kaum Nasrani sekalipun.
Mereka inilah, yang telah bersekutu bersama kaum Nasrani dan Tatar (Mongol)
untuk melawan Islam dan kaum Muslimin. Di antara tokoh mereka yang menimpakan
fitnah besar terhadap kaum Muslimin adalah Abu Thâhir Sulaimân bin Hasan Al
Janâbi.
Rentetan Peristiwa
Tahun 294 H, Qaramithah dipimpin Zakrawaih menghadang kepulangan jamaah
haji dan menyerang mereka pada bulan Muharram. Terjadilah peperangan besar kala
itu. Di saat mendapat perlawanan sengit, Syi’ah Qaramithah menarik diri dengan
nada bertanya, “Apakah ada wakil sultan di antara kalian?”
Jamaah haji menjawab, “Tidak ada seorang pun (yang kalian cari) di
tengah-tengah kami.”
Qaramithah lalu berujar, “Maka kami tidak bermaksud menyerang kalian
(salah sasaran).”
Peperangan pun berhenti. Sesaat kemudian, ketika jamaah haji merasa aman
dan melanjutkan perjalanannya, maka para pengikut Syi’ah kembali menyerang
mereka. Banyak jamaah haji yang terbunuh disana. Adapun mereka yang melarikan
diri, diumumkan akan diberi jaminan keamanan oleh Syi’ah. Ketika sisa jamaah
haji tadi kembali, maka pasukan Syi’ah berkhianat dan membunuh mereka.
Peran kaum wanita Syi’ah pun tidak kalah sadisnya. Paska perang, kaum wanita
Syi’ah mengelilingi tumpukan-tumpukan jenazah dengan membawa geriba air. Mereka
menawarkan air tersebut di tengah-tengah korban perang. Apabila ada yang
menyahut, maka langsung dibunuh. Jumlah jamaah haji yang terbunuh saat itu
mencapai 20.000 jiwa, ditambah dengan harta yang dirampas mencapai dua juta
dinar. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Tahun 312 H, Qaramithah dipimpin Abu Thahir, putra Abu Said, menyerang
jamaah haji asal Baghdad ketika pulang dari Mekah pada bulan Muharram. Mereka
membunuh dan merampas hewan-hewan bawaan jamaah haji tersebut. Adapun sisa
jamaah haji, ditinggalkan begitu saja sehingga mayoritasnya mati kehausan di
tengah teriknya matahari. [Târîkh Akhbâr Qarâmithah hlm. 38]
Tahun 315 H, Qaramithah berjumlah 1.500 tentara dipimpin oleh Abu Thahir
maju menuju Kufah pada bulan Syawwal. Mereka dihadapi oleh pasukan Khalifah
saat itu sebanyak 6.000 tentara. Walhasil, pasukan Syi’ah memenangkan
peperangan dan berhasil membunuh mayoritas pasukan Kufah.
Tahun 317 H, Qaramithah sebanyak 700 tentara dipimpin Abu Thahir, yang
berumur 22 tahun, mendatangi Mekah saat musim haji. Selanjutnya, mereka
membunuh jamaah haji yang sedang menunaikan manasiknya. Sementara itu, Abu
Thahir duduk di depan Ka’bah dan berseru, “Aku adalah Allah, demi Allah, aku
menciptakan seluruh makhluk dan yang mematikan mereka.”
Tahun 317 H, mereka menyerang jamaah haji di Masjidil Harâm, dan
membunuhi para jamaah yang berada dalam masjid lalu membuang mayat mayat ke
sumur Zamzam. Mereka membunuh orang orang di jalan-jalan kota Mekah dan
sekitarnya. Jumlah korbannya mencapai 30.000 jiwa. Bahkan ia merampas kelambu
Ka’bah dan membagi-bagikannya kepada pasukannya. Ia menjarah rumah-rumah
penduduk Mekah dan mencungkil Hajar Aswad dari tempatnya untuk ia bawa ke Hajar
(ibukota daulah mereka di Bahrain). [Târîkh Akhbâr Qarâmithah hlm. 54]
Abu Thahir segera memerintahkan pasukannya untuk mengambil pintu Ka’bah,
dan menyobek-nyobek tirai Ka’bah. Salah seorang tentaranya memanjat Ka’bah
untuk mengambil talangnya, namun tewas terjatuh. Ia juga memerintahkan salah
satu tentaranya untuk mengambil Hajar Aswad.Tentara tersebut mencongkelnya dan
dengan angkuhnya berseru, “Mana burung yang berbondong-bondong itu? Mana pula
batu dari neraka Sijjil (yang menimpa pasukan Raja Abrahah yang hendak
menghancurkan Ka’bah menjelang masa kelahiran Nabi)?”
Imam Ibnu Katsir rahimahullah merekam kekejaman yang dilakukan oleh Abu
Thâhir Al Janâbi Al Bâthini ini dengan berkata:
“Ia menjarah harta penduduk Mekah dan menghalalkan darah mereka. Ia
membunuhi manusia di rumah-rumah mereka hingga yang berada di jalan-jalan.
Bahkan menjagal banyak jamaah haji di Masjdil Haram dan di dalam Ka’bah. Lalu
pemimpin mereka, yakni Abu Thâhir –semoga Allâh Azza wa Jalla melaknatnya-
duduk di pintu Ka’bah, sementara orang-orang disembelihi di hadapannya dan
pedang-pedang berkelebatan membantai orang-orang di Masjidil Haram pada bulan
haram (suci) di hari Tarwiyah yang merupakan hari yang mulia. Sementara Abu
Thâhir ini berseru, “Aku adalah Allâh, Allâh adalah aku. Aku menciptakan
makhluk dan akulah yang mematikan mereka. Orang-orang pun berlarian
menyelamatkan diri dari kekejaman Abu Thâhir ini. Di antara mereka bahkan ada
yang bergantung pada kelambu Ka’bah. Namun itu tidak menyelamatkan jiwa mereka
sedikit pun. Mereka tetap ditebas habis dalam keadaan seperti itu. Mereka
dibunuhi meskipun mereka sedang bertawaf…”
Ibnu Katsir melanjutkan,
“Setelah pasukan Qarâmithah ini melakukan aksi brutal mereka itu –semoga
Allâh melaknat mereka- dan perbuatan keji mereka terhadap para jamaah haji, Abu
Thahir ini menyuruh pasukannya agar melemparkan mayat-mayat yang tewas ke sumur
Zamzam. Dan sebagian lain dikubur di tempat-tempat mereka di tanah haram bahkan
di dalam Masjidil Haram. Lalu kubah sumur Zamzam pun dirobohkan. Kemudian Abu
Thâhir memerintahkan agar mencopot pintu Ka’bah, melepaskan kelambunya, untuk
ia koyak-koyak dan bagikan kepada pasukannya.” [Al Bidâyah wan Nihâyah
(XI/160)]
Setelah berlalu enam hari, mereka pulang membawa Hajar Aswad.
Gubernur Mekah dengan dikawal pasukannya segera menemui pasukan Syi’ah
tersebut di tengah jalan. Berharap agar mereka mau mengembalikan Hajar Aswad
dengan imbalan harta yang banyak. Namun Abu Thahir tidak menggubrisnya.
Terjadilah peperangan setelah itu.
Pasukan Qaramithah menang dan membunuh mayoritas yang ada di sana. Lalu
melanjutkan perjalanan pulang ke Bahrain dengan membawa harta rampasan milik
jamaah haji. Setelahnya, dibuatlah maklumat menantang umat Islam bila ingin
mengambil Hajar Aswad tersebut, bisa dengan tebusan uang yang sangat banyak
atau dengan perang.
Hajar Aswad pun berada di tangan mereka selama 22 tahun. Mereka lalu
mengembalikannya pada tahun 339 H, setelah ditebus dengan uang sebanyak 30.000
dinar oleh Al Muthi’ Lillah, seorang khalifah Daulah Abbasiyah.
Penyerangan Era Modern
Pada tahun 1987, Syiah Iran menyerang Ka’bah di Makkah. Mereka pergi ke
sana untuk menaklukkan Ka’bah dan menjatugkannya. Tetapi karena kasih karunia
dari Allah dan doa semua jamaah Haji Muslim yang mulia, Pasukan Keamanan Saudi
Arabia berhasil mengusir mereka pergi. Sekitar 405 orang tewas saat keluar dari
Masjidil Haram dari mereka dan 50 orang jamaah haji lain dari seluruh dunia.
Faiz Syakir, salah seorang juru bicara Syi’ah Hizbullah Libanon,
berbicara secara langsung dalam sebuah program wawancara di OTV.
“Hizbullah tidak akan dapat dimusnahkan. Hizbullah pasukan terkuat di kalangan
negara-negara Arab. Lebih kuat daripada seluruh peradaban di dunia dari segi
ekonomi, kekuatan militer dan sosial,” ujar Syakir, Agustus 2013.
Pernyataan Syakir ini sehubungan dengan adanya ancaman Bandar bin
Sultan—putera mahkota Raja Qatar yang akan menyerang Basyar al-Assad. “Apa lagi
yang kalian pikirkan? Kami tidak takut pada ancaman itu? Bahkan kami tidak
takut pada Saudi, sekalipun dengan seluruh kekuatannya, dari raja hingga rakyat
mereka yang terakhir. Mereka pikir, mereka siapa?”
“Jika mereka membom Gunung Qasiun di Damaskus, pusat kekuatan militer
Basyar, maka kami akan menyerang Mekah di depan kepala mereka sendiri!”
Wartawan yang hadir di situ sontak melontarkan pertanyaan, “Mekkah?
Bukankah itu tempat suci bagi mereka?”
“Biarkan saya berbicara. Saya tidak peduli lagi semuanya. Ini fakta.
Kami akan memusnahkan Mekkah dan Madinah, juga Jeddah dan Riyadh, dengan semua
yang ada di dalamnya, yang tinggal dalam kota-kota ini. Ini fakta dan strategi
kami. Keberadaan kami lebih penting dari ‘batu-batu’ dan ‘bukit-bukit’ mereka.”
Wartawan yang masih dalam keadaan terkejut, kembali bertanya, “Siapa
yang akan memusnahkan Mekkah? Iran? Suriah? Hizbullah? Tempat itu adalah tempat
suci bagi mereka…”
“Saya tidak akan mengatakannya. Tapi jika mereka mengancam kami, kami
tahu bagaimana membalas ancaman itu,” pungkasnya.