Tiga saudara yang tidak mungkin berpisah
Setiap hari kita selalu mendengar
berita tentang ancaman Amerika atau Israel atau dari keduanya bersamaan untuk
menggempur Iran dalam waktu dekat, Kecaman terhadap Iran ini mendapat dukungan
dari masyarakat dunia.
Pertanyaannya adalah apakah Iran
sungguh sangat berbahaya bagi keselamatan masyarakat dunia atau Amerika dan
Israel pada khususnya? Terkadang jawaban sebahagian orang adalah “iya” dengan
alasan pengembangan proyek nuklir Iran yang semakin hari semakin gencar
dilakukan, juga pernyataan para pemimpin Iran untuk menghancur leburkan Israel
(ingin menghapus Israel dari peta dunia) atau yel-yel yang sering di
kumandangkan para petinggi Iran di beberapa kesempatan: “binasalah Amerika dan
Israel !”
Tapi pada kenyataannya bahwa
tidak ada sama sekali tindakan berbahaya dari Iran terhadap Amerika maupun
Israel, dan Iran pun tidak berniat sama sekali untuk menyerang Israel dan
Amerika.
Sebetulnya Amerika, Israel dan
Negara-negara barat lainnya sadar akan hal ini, bahkan mereka juga sadar kalau
mereka punya kesamaan kepentingan, sebagai bukti bahwa sesungguhnya Israel
pernah menyuplai senjata-senjata canggih kepada Iran saat perang antara Iran
dan Iraq, walaupun bukti ini sengaja disembunyikan kepada khalayak.
Namun peran Amerika sangat jelas
dalam membantu Iran melalui para pengikutnya aliran Syiah di Iraq yang mana
mereka selalu melaksanakan seluruh komando/perintah Amerika, namun yang sangat
ironis dan kasat mata adalah bantuan ini dibiayai oleh bangsa arab yang Sunni.
Kalau betul-betul Amerika merasa terancam
oleh Iran, maka sebenarnya Amerika beserta sekutunya tidak akan pernah bisa
menaklukkan Iraq dan berhasil membunuh jutaan jiwa warga Arab Sunni di Iraq.
Sebaliknya Amerika dan Iran punya
kesamaan kepentingan di Iraq, karena kalau tidak, tentunya Amerika akan lebih
memilih Arab Sunni untuk mengatur masalah-masalah penting tentang kenegaraan,
dan akan mendukung penuh tentara sunni sampai tidak ada lagi ruang kesempatan
bagi Iran untuk masuk wilayah Iraq.
Setidaknya Amerika akan
memberikan kesempatan lebih banyak terhadap warganegara Iraq yang sefaham
dengan para pemimpin Negara teluk yang telah dianggap oleh Amerika sebagai
“teman”, atau dengan kata lain sebagai anugerah (hadiah) dalam pertemanan
antara mereka.
Amerika adalah pewaris tunggal
bangsa barat dalam hal kebenciannya terhadap Islam, Amerika juga mengetahui
bahwa pemerintahan Syiah aliran keras di Iran pun memiliki kebencian yang sama
terhadap Islam.
Nenek moyang warga Iran adalah
berasal dari kaum “Shafawiyyah”, yang membela umat Nasrani di Eropa pada saat
perluasaan Dinasti Utsmaniyyah di Eropa. Mereka (Syiah di Iran) adalah
merupakan benteng pertahanan pertama dari serangan-serangan yang diluncurkan
oleh tentara Utsmaniyyah.
Pada saat yang sangat penting ini
(perluasan Dinasti Utsmaniyyah di Eropa), mereka menyalakan api revolusi dengan
mengambil alih kekuasaan di beberapa wilayah islam dari pemerintahan pusat.
Sehingga para panglima Dinasti Utsmaniyyah terpaksa menarik mundur pasukannya
dari Eropa guna mengatasi hal ini, padahal beberapa kota besar di Eropa telah
akan berhasil di taklukkan.
Kiranya timbul satu pernyataan
dari para pembaca: Jika demikian/Jika hubungan antara Amerika, Negara Barat,
Israel dan Iran baik-baik saja, maka apa rahasia dibalik perang pernyataan dan
ancaman yang dilontarkan oleh para pemimpin Negara Barat dan Amerika terhadap
Iran yang selalu kita dengar siang dan malam ?
Jawabnya adalah sebetulnya Negara
Barat, khususnya Amerika dengan persetujuan Iran, mereka ingin memeras kekayaan
yang dimiliki oleh Negara-Negara Arab, karena dengan semakin diperlihatkannya
kekuatan senjata Iran, akan menambah rasa ketakutan Negara-Negara Arab.
Sehingga Negara-Negara Arab akan serta merta bergegas meminta perlindungan
kemanan dari Amerika dengan membeli senjata-senjata canggih, kemudian disimpan
sampai pada waktunya digunakan.
Dengan cara menjalin kerjasama
pertahanan, hingga akhirnya Amerika bisa leluasa mengontrol kondisi kemanan di
Negara-Negara Arab, bahkan bisa menyusup mengintervensi urusan dalam negeri
mereka, leluasa menyusup sentra-sentra penting seperti pendidikan dan sosial
budaya dengan cara menawarkan management/metodelogi Barat kepada Negara-Negara
Arab sebagai syarat terlaksananya jalinan kesepakatan pertahanan stabilitas dan
kemanan Negara dimaksud.
Adapun kepentingan Iran dari
semua ini adalah untuk memperlihatkan kekuatan persenjataannya yang besar
kepada wilayah sekitar. Pernyataan-pernyataan keras Amerika dan Negara-Negara
Barat yang seolah mengintimidasi Iran hanya untuk membuat Negara-Negara Arab
takut.
Semakin di intimidasi, Iran akan
merasa diatas angin, menuntut terlalu banyak sampai-sampai Iran pernah mencoba
untuk merubah metode keagamaan di beberapa Negara Teluk sesuai dengan fahamnya
yang sesat. Walaupun jumlah Syiah (di Iraq) sedikit, namun mereka mampu
mengkebiri dan mengembargo ulama sunni yang mayoritas. Mereka yakin bahwa
Amerika akan selalu membela walaupun dengan dalih “melindungi kaum minoritas.”
Agar dapat lebih mengetahui bahwa
terlalu dibesarkan-besarkannya informasi tentang kekuatan Iran di beberapa
media massa, saya mengajak pembaca yang budiman untuk membandingkan antara
Negara Iran yang jumlah penduduknya sekitar 70 juta jiwa dan masih dalam
kondisi ekonomi yang tidak stabil dan hukum yg memprihatinkan, dengan Negara
Negara sunni lainnya seperti Mesir atau Turki, kedua Negara ini berpenduduk
sekitar 75 juta jiwa, stabil dalam masalah hukum, tatanan kepemimpinan, dan
kekuatan tentaranya jauh lebih hebat dari Iran dari semua sisi.
Jika kita sudah tahu kenyataan
sebenarnya dibalik ancaman-ancaman Amerika dan Israel terhadap Iran yang hanya
bertujuan untuk menguras kekayaan Negara-Negara Arab, agar Amerika dapat
berkuasa menentukan kebijakan terkait masalah keamanan, unjuk kekuatan Iran,
dan agar ajaran syiah bisa masuk di Negara –Negara Arab, maka apa yang harus
dilakukan untuk menghadapi semua ini?
Yang harus dilakukan adalah
menantang/mengajak seluruh Negara Arab Sunni, minimal Negara Teluk untuk lebih
cermat menggunakan kekayaannya. Pertama, lebih baik mengalihkan sebagian biaya
pembelian senjata untuk membiayai para ahli teknologi dari beberapa Negara
Islam, khususnya dari Negara-Negara Islam yang dulu pernah dibawah naungan
Federasi Rusia. Mereka adalah para ahli yang sangat kompeten.
Bangun pabrik-pabrik senjata
canggih, karena senjata yang demikian inilah (yang dirancang oleh para ahli
muslim) senjata yang benar benar dapat memperkuat Islam, tidak seperti
senjata-senjata yang selama ini di import dari Amerika. Sehebat dan secanggih
apapun senjata buatan musuh, mereka pasti sudah perhitungkan dan membatasi
kekuatannya. (Tinjau kemballi pernyataan Amerika terhadap Israel saat menjual
senjatanya kepada Arab Saudi yang merupakan transaksi jual beli senjata terbesar
sepanjang sejarah)
Kedua, mengalihkan sebagian uang
yang lainnya untuk mendukung segala kegiatan guna mengembalikan kesadaran
muslim sunni di seluruh dunia untuk bersatu, sebab inilah benteng keamanan yang
paling utama dalam menjaga segala ancaman dan bahaya kaum syiah.
Sebagaian orang berkata: “sangat
mustahil terjadi, khususnya jika terkait dengan menyadarkan/menyatukan
Negara-Negara Arab Sunni.”
Untuk menepis perkataan ini, kita
harus tegas dan yakin bahwa tidak ada jalan keluar yang lain selain harus
bersatu, jika tidak , kita akan dipecah belah seperti yang telah dilakukan oleh
bangsa Persia dan Romawi terhadap bangasa arab sebelum Nabi Muhammad di utus
menjadi Arab Ghassasanah dan Munadzarah.
Akhirnya, walaupun Israel akan
melaksanakan niatnya menghancurkan Iran, sesungguhnya yang akan dihancurkan
leburkan pertama kali adalah wilayah Negara-Negara Arab. Pada waktunya Iran
hanya akan berhadapan dengan kekuatan Amerika saja yang pada saat itu telah
berlabuh di Negara-Negara Teluk.
Setelahnya Negara-Negara Arab
akan menjadi rata dan menjadi tempat persemaian pihak yang menang, sama halnya
seperti yang terjadi di Mesir dan sekitarnya ketika peperangan yang terjadi
antara Persia dan Romawi sebelum nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
diutus, Mesir dan sekitarnya mengalami kehancuran sebanyak dua kali, pertama
ketika Persia menang dan kedua ketika Romawi.
DR. Ahmad Abdul Majid Abdul Haq
(Dir. Pusat kajian sejarah dan
peradaban Al Syarq, Cairo)