Puasa Ramadhan untuk umat Islam, mana puasa Kristen?
PUASA Ramadhan adalah ibadah yang sangat penting dan istimewa,
bahkan menjadi salah satu rukun Islam. Maka tak heran jika kalangan Kristen pun
menjadikan puasa Ramadhan sebagai objek untuk melemahkan aqidah. Yayasan
misionaris di Jakarta yang memakai nama Islam “Jalan Al-Rahmat,” menerbitkan
buku saku (booklet) berjudul Apa yang Harus Kita Lakukan Supaya Pasti
Selamat tulisan Iskandar Jadeed. Buku ini juga diterbitkan dalam bahasa
Sunda berjudul Naon Anu Kudu Dipilampah Ku Sim Kuring Sangkan Salamet oleh
yayasan Bewara Kabagjaan Bandung.
Setelah menguraikan panjang-lebar
tentang makna keselamatan dan pengampunan, Iskandar menyindir puasa sebagai
salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, tapi sama sekali tidak
mendatangkan pengampunan (maghfirah) Ilahi bahkan tidak berarti sama
sekali bagi Allah. Iskandar menulis:
“Berpuasa adalah suatu bentuk
merendahkan diri yang disertai penyesalan yang mendalam di dalam roh dan jiwa.
Meskipun demikian tak mencukupi untuk meniadakan pemberontakan yang pernah
dilancarkan terhadap Allah berkenaan dengan dosa-dosa yang pernah dibuatnya. Sebab
itu berpuasa tidak melimpahkan suatu pengampunan ke atas orang yang berdosa
itu.
Pengalaman menunjukkan bahwa mereka
yang berpuasa dengan tujuan meraih rahmat Allah, pada hakikatnya tidak
melakukan sesuatupun pekerjaan bagi Allah atau sesama manusia. Bahkan tidak
patut menerima imbalan bagi puasanya.” (hlm.
35).
Setelah menihilkan puasa, amal
shalih, doa dan sembahyang (shalat) sebagai upaya yang tidak akan mencapai
kepada keselamatan di akhirat, Iskandar menutup uraiannya bahwa satu-satunya
cara untuk meraih keselamatan adalah percaya kepada Yesus Kristus sebagai tuhan
dan juruselamat. Kesimpulan ini didasarkan pada ayat Injil:
“Siapa yang percaya dan dibaptis
akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum” (Markus 16:16).
Dilihat dari sisi manapun, uraian
Iskandar Jadeed ini salah total dan bertentangan dengan kitab suci. Dari sisi
Alkitab (Bibel), Injil Markus 16:16 tidak boleh diyakini apalagi diamalkan,
karena status ayat ini adalah ayat palsu, berdasarkan pendapat para ilmuwan
Kristen sendiri. Robert W Funk, Roy W Hoover dan The Jesus Seminar, sama sekali
tidak memuat Markus 16:9-20 dalam The Five Gospels dan tidak komentar
apapun.
Sementara itu New York International
Bible Society memuat utuh Markus 16:9-20 dalam The Holy Bible New
International Version (halaman 780). Tetapi, di bawah ayat 8 diberi garis
tegas yang memisahkan ayat 8 dengan ayat 9-20. Di bawah garis tersebut ditulis
peringatan yang berbunyi: “The two most reliable early manuscripts do not have
Mark 16:9-20.” (Dua manuskrip yang paling tua (codex Sinaiticus dan codex
Vaticanus) tidak memiliki Markus 16:9-20).
Di Indonesia, pengakuan kepalsuan
Injil Markus 16:9-20 masih bisa dijumpai dalam Alkitab terbitan Katolik tahun
1977/1978 dengan komentar sebagai berikut: “Bagian akhir Markus, ay. 9-20,
berceritera mengenai penampakan-penampakan Yesus. Ini memang termasuk ke dalam
Kitab Suci, tetapi agaknya tidak termasuk Injil Markus yang asli” (Lembaga
Biblika Indonesia, Kitab Suci Perjanjian Baru, hlm. 133).
Dalam kacamata Al-Qur’an, puasa
adalah amal ibadah yang diridhai Allah SWT dengan ampunan dan pahala yang
besar:
“…. Laki-laki dan perempuan yang
berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan
perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar” (Qs
Al-Ahzab 35).
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan
Ramadhan dengan penuh keimanan dan hanya mengharapkan pahala, maka Allah akan
mengampuni dosa-dosa yang terdahulu” (HR
Bukhari dan Muslim).
Allah mengistimewakan puasa dengan
menyiapkan pintu sorga khusus untuk ahli puasa: “Sesungguhnya di surga itu
ada satu pintu yang dinamakan Ar-Royyan. Ahli puasa akan memasukinya melalui
pintu itu pada hari kiamat, tidak seorang pun selain mereka memasuki melalui
pintu tersebut, tidak ada orang selain mereka yang memasukinya” (HR
Al-Bukhari dan Muslim).
Puasa adalah perisai dari api
neraka, sesuai degan sabda Rasulullah SAW:
“Puasa adalah perisai. Seorang hamba
berperisai dengannya dari api neraka” (HR
Ahmad).
“Tidaklah seorang hamba yang Puasa
di jalan Allah kecuali akan Allah jauhkan dia dari neraka sejauh tujuh puluh
musim” (HR Bukhari dan Muslim).
Shaum (puasa) adalah
ibadah sepanjang masa
Menurut Iskandar Jadeed, orang yang
berpuasa untuk meraih rahmat Allah, pada hakeketnya tidak melakukan sesuatupun
pekerjaan bagi Allah atau sesama manusia. Benarkah tuduhan ini, bahwa puasa
adalah amalan yang sia-sia (tak berarti) bagi Allah maupun manusia?
Pernyataan ini bertolak belakang
dengan prinsip agama para Nabi Allah, baik menurut Al-Qur’an maupun Alkitab
(Bibel).
Menurut Al-Qur’an, puasa adalah amal
ibadah tertua yang sudah disyariatkan umat terdahulu, jauh sebelum diwajibkan
kepada umat Muhammad SAW, seperti disebutkan Allah SWT: “Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Qs. Al-Baqarah 183).
Firman Allah “kama kutiba
‘alal-ladzina min qablikum” ini menunjukkan bahwa ibadah puasa telah dilakukan
oleh orang-orang beriman sebelum Nabi Muhammad SAW. Ketika menjelaskan ayat
ini, Tafsir Ibnu Katsir menyebutkan bahwa sejak Nabi Nuh hingga Nabi Isa
puasa wajib dilakukan tiga hari setiap bulannya.
Jauh sebelumnya, Nabi Adam telah
diperintahkan untuk berpuasa tidak memakan buah khuldi (Qs. Al-Baqarah 35).
Maryam bunda Nabi Isa pun berpuasa hingga tidak bicara kepada siapapun (Qs.
Maryam 26). Nabi Musa bersama kaumnya berpuasa empat puluh hari. Nabi Isa pun
berpuasa. Nabi Daud berpuasa selang-seling (sehari berpuasa dan sehari
berikutnya berbuka). Nabi Muhammad sebelum diangkat menjadi Rasul telah
mengamalkan puasa tiga hari setiap bulan dan turut mengamalkan puasa Asyura yang
jatuh pada hari ke 10 bulan Muharram bersama masyarakat Quraisy yang lain.
Pernyataan Iskandar Jadeed itu juga
bertentangan dengan prinsip puasa dalam Injil. Menurut Injil, puasa adalah
identitas ketakwaan, kesalehan dan kepatuhan kepada Tuhan. Hana, seorang nabi
perempuan tidak pernah meninggalkan ibadah puasa dalam rangka mendekatkan diri
(taqarrub) kepada Tuhan (Lukas 2:36-37). Yesus menginstruksikan para
muridnya untuk berdoa dan berpuasa untuk mengusir setan yang merasuki manusia
(Matius 17:21). Orang Farisi pada masa Yesus melakukan Senin-Kamis setiap pekan
(Lukas 18:12). Yesus juga menekankan puasa yang harus dikerjakan dengan ikhlas
karena Allah semata, tanpa riya’ sedikit pun (Matius 6:16-18).
Pernyataan Iskandar Jadeed juga
bertolak belakang dengan kitab Taurat yang secara jelas mencatat puasa wajib
yang diamalkan oleh Nabi Musa dengan syariat yang berat, yaitu berhenti total
dari segala aktivitas. Bila dilanggar, sangsinya adalah dilenyapkan dan
dibinasakan oleh Tuhan. Ketetapan ini berlaku sepanjang masa, selama-lamanya!
“Inilah yang harus menjadi ketetapan
untuk selama-lamanya bagi kamu, yakni pada bulan yang ketujuh, pada tanggal
sepuluh bulan itu kamu harus merendahkan diri dengan berpuasa dan janganlah
kamu melakukan sesuatu pekerjaan, baik orang Israel asli maupun orang asing
yang tinggal di tengah-tengahmu…Hari itu harus menjadi sabat, hari perhentian
penuh, bagimu dan kamu harus merendahkan diri dengan berpuasa. Itulah suatu
ketetapan untuk selama-lamanya”
(Imamat 16: 29-31; bdk. Bilangan 29: 7).
“Akan tetapi pada tanggal sepuluh
bulan yang ketujuh itu ada hari Pendamaian; kamu harus mengadakan pertemuan
kudus dan harus merendahkan diri dengan berpuasa dan mempersembahkan korban
api-apian kepada Tuhan. Pada hari itu janganlah kamu melakukan sesuatu
pekerjaan; itulah hari Pendamaian untuk mengadakan pendamaian bagimu di hadapan
Tuhan, Allahmu. Karena setiap orang yang pada hari itu tidak merendahkan diri
dengan berpuasa, haruslah dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya.
Setiap orang yang melakukan sesuatu pekerjaan pada hari itu, orang itu akan
Kubinasakan dari tengah-tengah bangsanya”
(Imamat 23: 27-30).
Nabi-nabi yang lain pun berpuasa dengan
syariat sesuai dengan situasi yang berlangsung. Puasa pada masa Samuel untuk
bertaubat kepada Tuhan (I Samuel 7:6) dan berkabung (I Samuel 31:13; II Samuel
1:12). Nabi Daud berpuasa sampai badannya kurus kehabisan lemak (Mazmur
109:24); Nehemia berpuasa ketika berkabung (Nehemia 1:4), Daniel juga berpuasa
(Daniel 9:3), Yoel berpuasa bersama penduduk negerinya (Yoel 1:14), Yunus
berpuasa (Yunus 3:5), Zakharia diperintah Tuhan untuk berpuasa (Zakharia 7:5),
warga Yerusalem berpuasa pada bulan kesembilan (Yeremia 36:9), dll.
…Semua nabi Allah berpuasa dengan
syariat sesuai dengan situasi yang berlangsung. Puasa bukan amalan yang sia-sia
di hadapan Tuhan. Bahkan puasa adalah ibadah yang istimewa karena telah
diwajibkan Tuhan kepada semua nabi-Nya…
Nabi Musa dan Yesus sama-sama
berpuasa jasmani dan rohani selama 40 hari 40 malam nonstop. Musa berpuasa
tidak makan dan tidak minum selama 40 hari 40 malam pada saat menerima Sepuluh
Firman (The Ten Commandments): “Dan Musa ada di sana bersama-sama
dengan Tuhan empat puluh hari empat puluh malam lamanya, tidak makan roti dan
tidak minum air, dan ia menuliskan pada loh itu segala perkataan perjanjian,
yakni Kesepuluh Firman” (Keluaran 34:28).
Sementara Yesus berpuasa 40 hari 40
malam hingga kelaparan pada saat dicobai iblis di padang gurun” “Dan setelah
berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam, akhirnya laparlah Yesus”
(Matius 4:2).
Beberapa kalangan Kristen saat ini
masih mempertahankan puasa dengan ritual yang berbeda-beda. Kristen Ortodoks
Syria (KOS) berpuasa “shaumil kabir” selama 40 hari berturut-turut pada tiap
tahun sekitar bulan April, tanpa makan sahur. Puasa KOS lainnya adalah puasa
Rabu dan Jum’at dalam rangka mengenang kesengsaraan Kristus.
Puasa menurut Katolik, sebagai
contoh peraturan yang dibuat oleh keuskupan Surabaya tahun 2004 yang
ditandatangani oleh Romo Julius Haryanto CM. Berdasarkan Kitab Hukum Kanonik
(Kanon No. 1249-1253) dan Statuta Keuskupan Regio Jawa No. 111, maka
ditetapkan: Semua orang Katolik yang berusia 18 tahun sampai awal tahun ke-60
wajib berpuasa pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Dalam arti yuridis, puasa
orang Katolik ini berarti makan kenyang hanya sekali sehari.
Dengan demikian, jelaslah bahwa
shaum (puasa) bukan amalan yang sia-sia di hadapan Tuhan. Bahkan puasa adalah
ibadah yang istimewa karena telah diwajibkan Tuhan kepada semua nabi-Nya. Jika
puasa adalah amal yang sia-sia seperti tuduhan misionaris Iskandar Jadeed,
untuk apa Musa dan Yesus berlapar-lapar dalam puasa empat puluh hari empat
puluh malam?
Oleh: A. Ahmad Hizbullah MAG