Genosida Terhadap Muslim
Rohingya Di Myanmar
Data
resmi yang baru itu membuat perstiwa ini barangkali menjadi kekerasan yang
paling mematikan menimpa kaum minoritas Rohingya di negara itu dalam beberapa
dekade.
"Telah
terjadi genosida di sana. Mereka tetap diam terhadap ini. Semua yang melihat
dari jauh genosida ini dilakukan di bawah kerudung demokrasi juga bagian dari
pembunuhan massal," kata Erdogan pada perayaan Idul Adha yang diadakan
Partai AK di Istanbul.
Presiden Turki Recep Tayyip
Erdogan. [foto: Reuters]
Erdogan,
yang akarnya didasarkan pada politik Islam, telah lama mengambil posisi
kepemimpinan di antara komunitas Muslim dunia. Ia mengatakan sudah menjadi
tanggung jawab moral Turki untuk mengambil sikap terhadap peristiwa-peristiwa
yang terjadi di Myanmar.
Sekitar
38 ribu orang Rohingya telah melintas ke Bangladesh dari Myanmar. Sumber-sumber
di PBB mengatakan, sepekan setelah para pejuang Rohingya menyerang pos-pos
polisi dan sebuah pangkalan tentara di negara bagian Rakhine, mendorong
bentrokan-bentrokan dan ofensif balasan oleh militer.
Tentara
mengatakan melancarkan pembersihan terhadap 'teroris garis keras' dan pasukan
keamanan diberi pengarahan untuk melindungi warga. Namun, warga Rohingya yang
melarikan diri ke Bangladesh mengatakan bahwa serangan dengan pembakaran dan
pembunuhan bertujuan untuk memaksa mereka keluar.
Presiden
Erdogan menyatakan isu tersebut akan dibahas secara rinci ketika para pemimpin
dunia mengadakan pertemuan dalam Sidang Umum PBB pada 12 September mendatang di
New York.
Sumber
: Antara
Fortify Rights: Kekejaman Tentara Myanmar Penggal
Anak-anak Rohingya
Anak
dan Ibu Muslim Rohingya yang sedang menangis
Yangon
(SI Online) -
Kelompok pembela hak asasi manusia berbasis di Bangkok, Thailand, Fortify
Rights, pada Jumat (1/9) mempublikasikan temuan kekejaman tentara Myanmar
terhadap warga etnis Rohingya di Myanmar. Berdasarkan keterangan saksi dari
desa Chut Pyin, Rathedaung yang dikutip oleh Fortify Rights, tentara Myanmar
memenggal kepala anak-anak dan membakar hidup-hidup warga Rohingya.
Laporan
temuan tersebut mengklaim, sekitar 200 pria, wanita, dan anak-anak Rohingya
telah dibunuh oleh tentara Myanmar. Para tentara itu dilaporkan menahan
sekelompok pria Rohingya, menggiring mereka ke sebuah gubuk bambu dan membakar
mereka hidup-hidup. "Saudara laki-laki saya dibunuh, (tentara Myanmar)
membakar mereka bersama yang lainnya," Fortify Rights mengutip Abdul
Rahman (41), warga Chut Pyin, seperti dilansir the Telegraph, Sabtu
(2/9).
Menurut
Abdul, dia menemukan anggota keluarganya yang lain dalam sebuah lahan. Di jasad
anggota keluarganya yang tewas itu ditemukan tanda bekas tembakan dan sayatan
benda tajam. "Dua keponakan saya, kepalanya telah hilang. Satu berusia
enam tahun dan satunya berusia sembilan tahun. Adik ipar saya ditembak,"
kata Abdul.
Laporan
Fortify Rights ini dirilis sepekan setelah pada 25 Agustus, Tentara Pembebasan
Arakan Rohingya (ARSA) melakukan serangan terhadap 30 pos keamanan. Pada Jumat,
Pemerintah Myanmar mengatakan, 400 orang tewas pada peristiwa tersebut. Pihak
militer dan pemerintah mengklaim kesulitan untuk membedakan antara masyarakat
sipil dan kelompok pemberontak (ARSA) saat melakukan operasi militer di utara
Rakhine.
Ilustrasi:
Desa Muslim Rohingya di Rakhine State dibakar. [foto: The New York Times]
Bangladesh – Tiga sumber PBB
mengatakan, sekitar 27.400 Muslim Rohingya telah menyeberang ke Bangladesh dari
Myanmar.
Seperti
dilansir Aljazeera, Jumat (01/9/2017), kekerasan terhadap
warga Rohingya terjadi di tengah laporan adanya warga Budha yang membakar desa
Rohingya di Myanmar.
International
Organization for Migration (IOM) mengatakan, saat melarikan diri ke Bangladesh,
ratusan orang Rohingya terdampar di tanah tak bertuan di perbatasan
negara-negara tersebut. Citra satelit yang dianalisis oleh Human Rights Watch
yang berbasis di AS menunjukkan banyak rumah di negara bagian Rakhine utara
terbakar. Sebagian besar dari satu juta Muslim Rohingya yang tinggal di Myanmar
tinggal di negara bagian Rakhine utara.
Mereka
menghadapi penganiayaan berat di negara mayoritas Budha, yang menolak untuk
mengakui mereka sebagai minoritas etnis asli yang sah. Mereka ditinggalkan
tanpa kewarganegaraan dan hak-hak dasar.
Ketegangan
yang berlangsung lama antara Muslim Rohingya dan umat Budha di Rakhine meletus
dalam kerusuhan berdarah pada tahun 2012. Hal itu memicu gelombang perasaan
antiMuslim di seluruh Myanmar.
red:
A Syakira / suara-islam.com
***
2600 Rumah Dibakar Tentara,
Pemerintah Myanmar Malah Salahkan Pejuang ARSA
Bangladesh – Lebih dari 2.600
rumah telah dibakar di wilayah mayoritas Muslim Rohingya di barat laut Myanmar
pada pekan lalu dalam salah satu serangan paling mematikan yang melibatkan
minoritas Muslim dalam beberapa dasawarsa.
Dilansir
dari Reuters, Sabtu (2/9/2019/7), menurut badan pengungsi
UNHCR PBB, sekitar 58.600 Muslim Rohingya telah melarikan diri ke negara
tetangga Bangladesh dari Myanmar.
Etnis
Muslim Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh mengatakan pembakaran dan
pembunuhan oleh tentara Myanmar ditujukan untuk memaksa mereka keluar negeri
mereka.
Anehnya
pemerintah Myanmar malah menyalahkan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) atas
pembakaran rumah-rumah tersebut. Sebelumnya, kelompok pejuang itu disebut
bertanggung jawab atas serangan terkoordinasi terhadap pos keamanan pekan lalu
yang memicu bentrokan dan serangan balik militer yang besar.
“Sebanyak
2.625 rumah dari desa-desa Kotankauk, Myinlut dan Kyikanpyin dan dua bangsal di
Maungtaw dibakar oleh teroris ekstremis ARSA,” ungkap perusahaan negara Global
New Light of Myanmar. Mereka juga menyebut kelompok pejuang tersebut sebagai
organisasi teroris.
Keterangan
berbeda disampaikan Human Rights Watch (HRW), yang menganalisis citra satelit
dan akun dari Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh, mengatakan pasukan
keamanan Myanmar sengaja menyalakan api.
“Citra
satelit baru menunjukkan penghancuran total sebuah desa Muslim, dan menimbulkan
kekhawatiran serius bahwa tingkat kehancuran di negara bagian Rakhine utara
mungkin jauh lebih buruk dari yang diperkirakan semula,” kata Deputi Direktur
Asia, Phil Robertson.
red:
A Syakira/ www.suara-islam.com
إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا
الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ
وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ (١٠)
Sesungguhnya
orang-orang yang mendatangkan cobaan[1568] kepada orang-orang yang mukmin
laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, Maka bagi mereka azab
Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar. (QS Al-Buruj/85: 10)
[1568] Yang dimaksud dengan mendatangkan cobaan ialah,
seperti menyiksa, mendatangkan bencana, membunuh dan sebagainya.
لَتَجِدَنَّ
أَشَدَّ النَّاسِ
عَدَاوَةً لِلَّذِينَ
آمَنُوا الْيَهُودَ
وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا
Sesungguhnya
kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang
yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. (QS Al-Maaidah: 82)
(nahimunkar.com)
Serangan Biadab Tentara Myanmar Tewaskan 400 Muslim
Rohingya
Ilustrasi:
Anak-anak berada di bekas rumah-rumah warga Rohingya yang dibakar militer
Myanmar.
Bangladesh
(SI Online) -
Hampir 400 orang tewas dalam pertempuran di Myanmar barat laut selama sepekan,
kata data resmi terkini, yang menjadikan ini sebagai kekerasan paling mematikan
terhadap Rohingya di Myanmar, dalam beberapa dasawarsa belakangan.
Sekitar
38.000 warga Rohingya menyeberang ke Bangladesh dari Myanmar, kata sumber dari
PBB, sepekan setelah pejuang Rohingya menyerang sejumlah pos polisi dan
pangkalan militer di negara bagian Rakhine.
"Pada
31 Agustus, 38.000 orang diperkirakan menyeberangi perbatasan menuju
Bangladesh," kata sumber tersebut pada Jumat dalam angka perkiraan terkini
mereka.
Tentara
mengklaim melancarkan pembersihan terhadap "teroris garis keras" dan
pasukan keamanan diberi pengarahan untuk melindungi warga. Namun, warga
Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh mengatakan bahwa serangan dengan
pembakaran dan pembunuhan bertujuan untuk memaksa mereka keluar.
Penanganan
terhadap sekitar 1,1 juta Muslim Rohingya menjadi sebuah tantangan terbesar
bagi Aung San Suu Kyi, yang telah mengutuk serangan tersebut dan memuji pasukan
keamanan.
Peraih
Nobel Perdamaian itu dituduh beberapa kritikus Barat karena tidak bersuara
terhadap kejadian pembantaian Muslim Rohingya, yang merupakan kaum minoritas di
Myanmar, oleh serangan brutal militer setelah terjadinya penyerangan Oktober.
Bentrokan
dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh militer telah menewaskan sekitar 370
gerilyawan Rohingya, 13 aparat keamanan, dua pejabat pemerintah dan 14 warga
sipil, kata militer Myanmar pada Kamis.
Sementara
beberapa warga Rohingya mencoba menyeberang ke Bangladesh melalui darat, yang
lain mencoba melakukan perjalanan berbahaya dengan menggunakan perahu,
melintasi sungai Naf yang memisahkan kedua negara itu.
Penjaga
perbatasan Bangladesh menemukan 15 jenazah warga Rohingya, 11 di antaranya
anak-anak, mengambang di sungai pada Jumat, kata komandan daerah Letnan Kolonel
Ariful Islam.
red: A
Syakira
sumber: ANTARA
sumber: ANTARA
Myanmar Harus Diberikan Sanksi Isolasi
Ilustrasi aksi mengecam
Myanmar atas perlakuannya terhadap Muslim Rohingya
Bogor
(SI Online) -
Umat Islam Rohingya saat ini sedang mendapatkan musibah yang luar biasa, mereka
diperangi dan dibumihanguskan tempat tinggalnya.
"Kita
merasa berdosa jika tidak bisa membantu apapun, kita hanya bisa bantu doa,
donasi atau bantuan diplomasi," ujar Prof Dr KH Didin Hafiduddin saat
kajian di Masjid Al Hijri Kota Bogor, Ahad (3/9/2017).
Ketua
Umum Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI) itu menyerukan umat
Islam di seluruh dunia untuk membacakan Qunut Nazilah setiap waktu agar Muslim
Rohingya segera diberikan pertolongan. "Ya Allah tolonglah umat Islam,
para mujahidin dan orang-orang lemah Muslim Rohingya, mereka di kejar, dibunuh,
kampungnya dibakar. Anak-anak, wanita, orang tua jadi korban, biadab
sekali," ungkapnya. (baca: BKsPPI Serukan
Muslim Sedunia Baca Qunut Nazilah untuk Kehancuran Rezim Myanmar)
"Jadi
umat Islam Rohingya sedang mengalami penghancuran etnis, ini kejahatan
kemanusiaan," tambahnya.
Berbeda
dengan Islam, kata Kyai Didin, kita tidak boleh memerangi kecuali terhadap
pihak yang memerangi, tidak boleh membunuh anak-anak, wanita.
Wakil
Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini juga berharap pemerintah segera bertindak
bersama-sama dengan negara ASEAN untuk melakukan isolasi terhadap Myanmar
sampai mereka memperhatikan Muslim Rohingya. "Dan dunia Islam harus segara
sadar karena ini masalah besar," katanya.
Terkait
peristiwa itu, Kyai Didin menjelaskan bahwa dalam Islam terbunuhnya jiwa
seseorang itu bukan perkara ringan. "Jangankan ratusan yang meninggal
dunia, satu orang saja terbunuh itu seperti membunuh seluruh manusia,"
jelasnya.
Jangan Minta Kami Diam Untuk Rohingya
Muslim Rohingya yang jadi sasaran kekerasan di Myanmar
Pahlawan demokrasi Myanmar, Aung San Suu kyi, mengaku terganggu dengan sikap negara lain terkait masalah yang menimpa Muslim Rohingya di Rakhine. Suu Kyi menganggap beberapa negara terlalu ikut campur atas masalah yang terjadi di negaranya.
"Publik Indonesia selalu mengganggu kami. Mereka seakan lebih tahu tentang kondisi yang terjadi di sini, ," kata Suu Kyi, dalam sebuah pernyataan seperti dilansir BBC, Sabtu (26/8).
Peraih Nobel Perdamaian itu terlihat naik pitam saat ditanya tentang Muslim Rohingya yang jadi sasaran kekerasan di Myanmar.
"Kami hanya ingin orang-orang di Indonesia tutup mulut dan diam. Stop pembahasan mengenai Muslim Rohingya. Urus saja negeri kalian. Karena kalian tak berhak mengatur hidup kami," kata Suu Kyi.
(http://radar-islami.blogspot.co.id/2017/08/myanmar-minta-publik-indonesia-diam-dan.html)
Komentar:
Bagaimana kami dapat diam sementara saudara-saudara kami Anda biarkan mati terbunuh dengan cara bengis dan sadis? Bukan hanya kami sebagai saudara sesama muslim yang diikat oleh aqidah dan keimanan Islam yang mulia yang marah, mengecam dan mengutuk dalam doa-doa kami bagi etnis muslim Rohingya. Tapi siapa pun manusia, apa pun agama mereka, apa pun ras dan suku mereka jika mereka masih memiliki hati nurani, pasti akan memiliki “rasa” yang sama. Lalu bagaimana dengan Anda? Wahai Sang Peraih Nobel Perdamaian? Di mana hati nurani Anda?
Myanmar? Bahkan tak sedikit dari mereka menyaksikan bapak ibunya direnggut nyawanya dihadapan mereka dengan cara bengis dan brutal. Suatu hal yang tak pernah mereka bayangkan dalam benak mereka yang masih polos dan suci. Atau tak sakit kah hati Anda melihat perempuan-perempuan Rohingya yang kehormatannya dilecehkan dan diinjak-injak oleh militer Myanmar? Tak terhitung berapa nyawa perempuan Rohingya yang hilang setelah berjuang mempertahankan kehormatannya, keluarganya, hartanya dan anak-anak yang dicintainya. Tahukah Anda tak satu pun dari mereka ingin kehilangan nyawa dengan cara yang tak beradab seperti yang dilakukan oleh algojo-algojo militer Anda. Tak terhitung pula berapa banyak perempuan Rohingya yang menjadi janda karena kehilangan suami mereka. Padahal suami-suami mereka hanya berjuang mempertahankan apa yang menjadi milik mereka.
Bukankah Anda Sang Peraih Nobel Perdamaian yang terhormat? Bukankan Anda seorang perempuan dan seorang ibu? Bagaimana jika yang terbunuh itu adalah anak-anak Anda? Bagaimana jika yang dilecehkan kehormatannya sampai mati meregang nyawa itu adalah saudara-saudara perempuan atau bahkan ibu Anda? Bagaimana jika yang mati dengan cara brutal akibat peluru dan senjata militer itu adalah suami Anda? Bagaimana jika…
Faktanya Anda hanya diam menyaksikan semua itu. Hati nurani Anda tak pernah ada untuk mereka. Bagi Anda mereka bagai duri dalam daging yang harus segera dicabut. Padahal bukankah Anda tahu mereka telah bertahun-tahun bahkan berpuluh tahun menjadi pesakitan di rumah mereka sendiri. Dan selamanya akan terus seperti itu karena kebisuan Anda dibalik pembantaian yang dilakukan oleh militer Myanmar dan siapa pun yang ada dibelakang mereka. Karena itu jangan minta kami untuk diam!
Peluru-peluru kami hanya kata-kata di media sosial. Senjata-senjata kami hanya amarah dan kecaman yang kami bagikan lewat foto dan video di dunia maya. Lalu mengapa Anda begitu terganggu? Tahukah Anda betapa sakitnya hati kami? Betapa terlukanya hati kami menyaksikan saudara-saudara kami mati dibantai? Sedangkan kedua tangan kami tak berdaya untuk menghalanginya. Tahukah Anda berapa ribu tetes air mata yang telah mengalir lewat kedua mata kami akibat rasa penyesalan yang menggunung karena tak mampu membebaskan mereka dari derita yang berkepanjangan?
Harapan kami pada penguasa-penguasa muslim di negeri-negeri muslim pun telah pupus akibat sekat nasionalisme semu. Mereka hanya dapat mengecam tapi tangan mereka tak berbuat apa pun. Mereka sibuk melayani kepentingan-kepentingan tuan-tuan mereka. Kekuatan-kekuatan mereka simpan dibelakang punggung-punggung tuan mereka. Kalaupun mereka membantu hanya sebatas dialog semu untuk pecitraan diri.
Karena itu jangan minta kami untuk diam. Jari-jari kami akan senantiasa bergerak menjadi peluru-peluru dan senjata yang membuat jiwa dan hati Anda tak akan pernah tenang. Doa-doa kami akan terus mengalir bagi saudara kami di Rohingya. Segala daya upaya akan kami lakukan untuk membebaskan mereka dari belenggu dan tirani rezim zalim. Kami ibarat ribuan pasukan yang sedang terdiam dan mengumpulkan kekuatan. Kami tinggal menunggu komando dari seorang Khalifah, sebagaimana komando Khalifah Al-Mu’tashim kepada 4000 ribu pasukannya yang menunggang kuda balaq menembus jantung kota Ammuriyah untuk membebaskan seorang perempuan mulia keturunan Rasulullah Saw. Dan sampai waktu itu tiba jangan minta kami untuk diam!
Ummu Naflah
Ibu Rumah Tangga tinggal di Cikupa, Tangerang.