Bible yang dikritik oleh ilmuwan Kristen
Kritik terhadap Alkitab baik
Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, kebanyakan dilakukan oleh kalangan ilmuwan
dan pakar agama dari kalangan mereka sendiri
Beberapa kutipan di bawah
ini memperlihatkan bahwa para pakar tersebut bukannya mengatakan bahwa kitab
suci mereka adalah yang paling benar, tetapi malah sebaliknya mengakui
bahwa Bible ternyata adalah sebuah kitab suci yang penuh kesalahan dan
rekayasa.
1. Dr. Mr. D. N. Mulder
dalam bukunya “Pembimbing ke dalam Perjanjian Lama”, tahun 1963, halaman
12 dan 13, berkata sebagai berikut:
“Buku ini dikarang pada
waktu-waktu tertentu, dan pengarang-pengarangnya memang manusia juga, yang
terpengaruh oleh keadaan waktunya dan oleh suasana di sekitarnya dan oleh
pembawaan pengarang itu sendiri. Naskah-naskah asli dari Kitab Suci itu sudah
tidak ada Iagi. Yang ada pada kita hanya turunan atau salinan. Dan salinan itu
bukannya salinan langsung dari naskah asli, melainkan dari salinan dan
seterusnya. Sering di dalam menyalin Kitab Suci itu terseliplah salah salin.”
2. Drs. M. E. Duyverman
dalam bukunya “Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru”, tahun 1966, halaman
24 dan 25, berkata sebagai berikut:
“Ada kalanya penyalin
tersentuh pada kesalahan dalam naskah asli yang dipergunakannya, lalu
kesalahan itu diperbaikinya, padahal perbaikan itu sering mengakibatkan
perbedaan yang lebih besar dengan yang sungguh asli. Dan kira-kira pada abad
keempat, di Antiochia diadakan penyelidikan dan penyesuaian salinan-salinan
agaknya terdorong oleh perbedaan yang sudah terlalu besar diantara
salinan-salinan yang dipergunakan dengan resmi dalam Gereja.”
3. Dr. B. J. Boland
dalam bukunya “Het Johannes Evangelie”, p. 9, berkata sebagai berikut:
“Zijn ons de waarheden van
het Evangelie van Jesus Christus in haar corspron-kelij-ken onvervalschen, zul
veren vorm over-geleverd of zijn de door het intermediair van den Griek schen
Geest, van de Griek sche reid, het laat stea an te nemen…dat de letter der
Nieuw-Testament-ische boeken in de eerste eeuwen anzer jaar-telling gewichtig
wijzungen moet hebben ondergaan.”
(Apakah kebenaran-kebenaran
dari Injil Jesus Kristus diserahkan kepada kita dalam bentuk murninya, asli dan
tidak dipalsukan, ataukah telah dirubah melalui alam fikiran kebudayaan Gerika?
Umumnya yang terakhirlah yang diterima oleh orang jaman kini… bahwa
tulisan-tulisan Kitab Perjanjian Baru pada dua abad pertama perhitungan tahun
kita, pasti telah mengalami perubahan besar.)
4. Dr. A. Powel Davies
dalam bukunya “The meaning of the Dead Sea Scrolls The New American Library”
tahun 1961 , p. 106, berkata:
“Tiga Injil pertama, yaitu
Injil Synoptik, membawakan cerita yang sama. Terdapat pertentangan-pertentangan
di dalamnya, sehingga tidaklah mungkin sedemikian jauh untuk mendamaikan
ayat-ayat ini. Namun Injil Johannes, menceritakan cerita-cerita yang amat
berbeda dari ketiga Injil pertama itu. Bila Injil Johannes yang betul, maka
ketiga Injil yang lain itu salah; bila ketiga Injil itu betul, maka Injil
Johannes pasti salah.”
5. Dr. G. C. Vari
Niftrik dan Dr. B. J. Boland dalam bukunya “Dogmatika Masakini”,
cetakan ketiga; tahun 1978, p. 322, berkata sebagai berikut:
“Kita tidak usah merasa malu
bahwa terdapat pelbagai kekhilafan di dalam Al-Kitab; kekhilafan tentang
angka-angka, perhitungan-perhitungan tahun dan fakta-fakta. Dan tak perlu kita
pertanggung jawabkan kekhilafan-kekhilafan itu berdasarkan caranya isi Al-Kitab
telah disampaikan kepada kita, sehingga dapat kita berkata: dalam naskah asli
tentulah tidak terdapat kesalahan-kesalahan, tetapi kekhilafan-kekhilafan itu
barulah kemudiannya terjadi di dalam turunan-turunan (salinan-salinan-pen)
naskah itu.”
6. Herman Bakels
(1871-1954) dalam bukunya “Nij Ketters? Ya.. Om deere Gods”, p. 119-120,
lewat buku “Dialog antara Ahmadiyah dengan saksi-saksi Yehowa”, p. 83 dan 88
berkata sebagai berikut:
”De andere ses
Bijbels (Weda, Awesta, de boeken over Boedha, Tao-teking, Con-fusius boeken, Kor’an)
ken ik niet ge-noeg…Van onzen Bijbel weet ik dit zeker. Ik heb hem dertig jaar
lang van voren tot achteren doorploeterd. En ik zeg ronde-men tik kan in
Europa geen boek dat meer stikvol dingen-die-niet-waar-zijn zit dan de Bijbel.”
(Adapun enam buah kitab
(Weda, Awesta, Kitab-kitab tentang Budha, Tao-teking, Kitab–kitab Confusius,
Al-Qur’an) tidak begitu saya kenal. Akan tetapi Bijbel kita ini, pasti saya
ketahui. Sudah 30 tahun lamanya saya mengincah Bijbel kita ini dari awal sampai
akhir. Oleh karena itu terus terang saya katakan, bahwa di Eropa, saya belum
kenal sebuah kitab yang lebih padat dengan hal-hal yang tidak benar dari pada
Bibel)
7. Surat kabar di Ghana,
yaitu Harian Times, 24 Juni 1964 yang dimuat oleh harian Mercusuar Yk.
tertanggal 31-8-1968; Mr. RT. Payet, di dalam parlemen inggris tahun 1964
mengusulkan kepada Pemerintah Inggris dalam hal ini The British Home Secretary
agar Injil dilarang beredar. Salah satu di antara sebabnya seperti yang ia
katakan sebagai berikut:
“Tidak ada di dalam sejarah
satu buku yang merupakan sumber dari perbuatan-perbuatan yang brutal dan sadis
selain Injil ini” (I. Sudibya Markus dalam buku “Dialog Islam–Nasrani dan Usul
Pelanggaran Injil di Inggris”, terbitan Potrosari Ler. 28 Mgl.).
8. Prof. Herbert J. Muller
dalam buku “The Uses of the Past, p. 168 lewat bukunya O. Hashem,
“Marxiesme dan Agama”, tahun 1965, Japi Surabaya, p. 45, berkata:
“Para sarjana menganggap
bahwa naskah ini ( I Johannes 5:7) adalah suatu sisipan/tambahan kemudian,
karena ayat seperti ini tidak diketemukan pada manuskrip-manuskrip terbaik”
9. Herman Bakel dan
Dr. A. Powel Davies, “Injil Matius 28:19 dan Injil Markus 16:9-19 adalah
sisipan. Bacalah bukunya.” (Hashem, “Jawaban Lengkap Kepada Pendeta Dr. J.
Verkuyl,” terbitan JAPI, Surabaya, tahun 1969, halaman 94).
10. Uskup John Shelby
Spong dalam bukunya Why Christianity Must Change or Die (1998).
(Mengapa agama Kristen Harus Berubah (keimanannya) atau akan Mati).
”Kita harus membebaskan
Yesus dari kedudukannya sebagai Jurusalamat… Ajaran ini harus dicabut dan
dibuang”
Juga dalam bukunya Rescuing
the Bible from Fundamentalism (1991) beliau mengatakan:
“Dia (Paulus) tidak menulis
firman Allah. Yang dia tulis adalah kata-katanya sendiri yang khusus, penuh
keterbatasan serta memiliki berbagai kelemahan sebagai ciri seorang manusia”
11. DR Charles Francis
Potter dalam bukunya The Lost Years of Jesus Revealed (1992).
“Para pemuka agama Kristen
tidak dapat dimaafkan untuk (mempertuhankan Yesus) dengan memanfaatkan
keterbatasan… berfikir orang-orang Palestina 2000 tahun yang lalu”
12. David J. Fant,
seorang Setia usaha Umum bagi New York Bible Society mengatakan:
”Soalan biasanya ditanya,
adakah naskah-naskah asal Alkitab masih wujud sehingga kini? Jawapannya tidak.
Naskhah-naskhah asal di atas papirus dan bahan-bahan lain yang mudah rosak
semuanya telah lama hilang” Kenyataan di atas dipetik daripada Rev. David J.
Fant, Simple Helps and Visual Aids to Understanding The Bible, m.s. 6.
13. Dr. Verkuyl di
dalam bukunya berjudul Fragmenta Apologetika, bahwa
”Kitab-kitab Alkitab yang
seluruhnya berjumlah 66 itu, datang kepada kita dalam bentuk salinan-salinan
yang beribu-ribu banyaknya. Naskah-naskah asli yang tertulis dalam tulisan
tangan-autographa telah hilang semua”
14. Edward Gibbon
dalam bukunya The Decline and fall of the Roman Empire, hal 388,
mengatakan:
Plato menganggap keilahian
alami terdiri dari atas tiga bagian: Penyebab awal, Firman (Logos), dan Roh
alam semesta….Sistem Platonis sebagai tiga Tuhan, bersatu antara satu dengan
lainnya melalui kehidupan yang baka dan misterius; dan Firman (Logos) secara
khusus dianggap yang paling tepat sebagai Anak Bapak yang baka dan sebagai
pencipta dan penguasa alam semesta.
Ajaran tiga Tuhan
dalam satu ini bukan hanya dianut masyarakat Yunani dan Romawi, tetapi juga
mereka yang mendiami wilayah Asia Barat, Tengah, Afrika Utara dan pengaruhnya
menjalar ke beberapa kawasan lainnya di dunia.
Dunia di zaman purbakala,
sejak masa kerajaan Babilonia, sudah terbiasa menyembah berhala, tiga Tuhan
dalam satu. Kebiasaan ini juga banyak ditemukan di Mesir, Yunani dan Romawi,
baik sebelum, selama maupun sesudah Yesus. Setelah kematian murid-murid Yesus,
kepercayaan penyembah berhala ini kemudian merasuk ke dalam agama Kristen.
15. A.N.Wilson dalam
bukunya Jesus A Life, 1992, hal 16 mengatakan:
“Saya harus mengakui bahwa
memang tidak mungkin untuk mempercayai bahwa orang suci dari Galelia abad I
(Yesus) pernah sekali saja dalam hidupnya merasa dirinya sebagai oknum kedua
dari Trinitas.”
16. Sejarawan Arthur
Weigall dalam bukunya Paganism in Our Chrisrianity mengatakan :
“Yesus Kristus tidak pernah
menyinggung tentang fenomena seperti itu (Trinitas), dan kata Trinitas tidak di
temukan dimana pun dalam kitab Perjanjian Baru. Ide ini baru dianut Gereja tiga
ratus tahun setelah Yesus tiada”
17. Robert Funk,
Professor Ilmu Perjanjian Baru, Universitas Harvards, dalam bukunya The Five
Gospels, mengomentari ayat-ayat tambahan ini sebagai berikut :
Perintah utama dalam Matius
28:18-20….diciptakan oleh para penginjil…… memperlihatkan ide untuk menyebarkan
ajaran Kristen ke seluruh dunia. Yesus sangat mungkin tidak memiliki ide untuk
menganjarkan ajarannya ke seluruh dunia dan (Yesus) sudah pasti bukan pendiri
lembaga ini (agama Kristen). Ayat ini tidak menggambarkan perintah yang
diucapkan Yesus.
18. Ajaran Trinitas tidak
ditemukan baik dalam kitab Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, Jesuit
Edmund Fortman dalam bukunya The Triune God menjelaskan:
“Kitab Perjanjian
Lama….tidak pernah mengatakan sesuatu secara jelas atau sekedar petunjuk
tentang adanya Kesatuan Tiga Tuhan yakni Bapa, anak dan Roh Kudus….Tidak ada
bukti tentang adanya penulis kitab suci yang memperkirakan adanya Kesatuan Tiga
Tuhan…..Dugaan, adanya pendapat pendapat, bayangan, atau tanda-tanda
terselubung tentang kesatuan tiga oknum dalam Kitab Perjanjian Lama, sama
sekali di luar dari pengertian katakata maupun maksud para penulis kitab-kitab
tersebut”.
19. Prof. John Hick dalam bukunya The Myth
of God Incarnate mengatakan:
Apa yang diciptakan oleh
golongan Kristen Orthodoks tentang ke-dwi sifat-an (dua kodrat) Yesus sebagai
Khalik dan makhluk dalam diri Yesus hanyalah merupakan kata-kata tanpa
arti….karena dengan mengatakan tanpa penjelasan bahwa manusia Yesus adalah juga
Tuhan, adalah sesuatu yang tidak memiliki makna….Bahwa Yesus adalah inkarnasi
Tuhan Anak secara harfiah tidak benar, karena secara harfiah tidak ada artinya
dan hanya diterapkan kepada Yesus dalam mitos yang fungsinya mirip seperti
pandangan tentang raja sebagai anak dewa dalam legenda
20. Huston Smith, pakar perbandingan agama
dalam bukunya The Word’s Religion hal 340 mengomentari ke-dwi
sifat-an Yesus:
“Untuk sepenuhnya ilahi,
berarti dia harus bebas dari segala keterbatasan manusia. Kalau dia memiliki
satu kelemahan manusia, berarti dia bukan Tuhan. Tetapi berdasarkan
kredo, dia (Yesus) memiliki segala keterbatasan sebagai seorang manusia. Oleh
sebab itu mana mungkin dia Tuhan?”
21. Randolph Ross dalam bukunya Command
Sense Christiannity dengan tegas mengatakan:
Bukan hanya karena sulit
dimengerti, tetapi karena tidak ada maknanya….tidak hanya mustahil berdasarkan
hukum alam….tetapi juga mustahil berdasarkan akal sehat dimana loqika berpikir
kita didasarkan
22. Sedangkan tentang
pencaplokan atas ajaran Platonis oleh penyalin Injil Yohanes dijelaskan
oleh Santo Augustinus dalam bukunya The Confession of Saint Augustine
di bawah sub judul : Kitab Suci dan Filsafat Penyembah Berhala.
“…Buku filsafat Platonis
yang telah diterjemahkan dari bahasa Yunani ke bahasa Latin. Di dalamnya saya
baca, walaupun tidak sama persis tetapi jalan pikirannya mirip, didukung dengan
berbagai argumen bahwa : Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama dengan
Tuhan dan Firman itu adalah (dari) Tuhan. la (firman) pada mulanya bersama
dengan Tuhan. Segala sesuatu dijadiakan oleh dia (firman) dan tanpa dia
(firman) tidak ada yang di jadikan”.
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.